Niat Ingin Mengkhitbah, Pria Ini Malah Langsung Dapatnya Nikah

Ahad, 23 Oktober 2016 saya menemani adik khitbah di Majalengka. Dua ahad sebelumnya telah melangsungkan proses taaruf. Prosesnya memang sedemikian singkat dan seakan dimudahkan jalan. Dalam hati saya berdoa supaya kelak dimudahkan pula proses pernikahannya. Saat itu terjadi percakapan singkat dengan adik saya.



“Sudah Rizal siapkan cincinnya?” tanya saya.

“Sudah, mas,” jawab Rizal.

“Kamu sudah mantap?”

“Insya Tuhan mantap.”

“Kalau dapat sesudah khitbah, jangan terlalu lama. Maksimal tiga bulan saja.”

“Insya Allah, mas.”

Untuk menyelenggarakan pernikahan, tiga bulan itu yaitu waktu yang tidak terlalu cepat, juga tidak terlalu lama. Tapi kalau hanya mau nikah saja ketika itu juga dapat asal memenuhi syarat kedua calon mempelai, wali, saksi, dan mahar, ketika itu juga pun dapat pribadi dinikahkan.

Sebagai anak pertama, saya berkesempatan menjadi wakil keluarga untuk memberikan maksud mulia ini. Saya sampaikan bahwa kedatangan dengan membawa serta keluarga utamanya yaitu silaturahim sekaligus memperkenalkan keluarga. Kemudian saya sampaikan pula maksud kedatangan yaitu mengkhitbah Umi Mukaromah untuk adik saya Ali Amrizal.

Dalam sejarah kehidupan saya, ini kali pertama saya melamarkan orang lain untuk dijadikan istri adik saya. Kalau menikahkan sudah pernah. Tepatnya menikahkan adik wanita saya Nurmaulidianti. Meski sudah ada penghulu, saya sendiri yang menikahkan. Sudah ibarat orang bau tanah saja saya rupanya, hahaha….

Setelah memberikan maksud kedatangan, sesuatu yang tidak kami duga itu terjadi. Kami diterima pribadi oleh ayahnya. Ia memberikan bila sudah dilangsungkan prosesi taaruf, sudah saling mengenal, maka tak ada lagi penghalang untuk segera melangsungkan pernikahan. “Yang mau menikah keduanya sudah saling mengenal, wali sudah ada, saksi ada, kedua keluarga menyaksikan. Kaprikornus tidak ada alasan untuk tidak segera melangsungkan janji nikah.”

Alasan sang ayah di zaman kini tidak ada yang dapat menjamin isi hati seseorang. Kelihatannya terpisah oleh jarak, fisik dapat jadi tidak berhadapan, tapi siapa dapat menjamin dapat terjaga dari kemaksiatan. Baru lamaran dan belum halal, seolah telah mempunyai segalanya. Demi menghindari fitnah yang demikian, sang ayah mengambil sebuah keputusan jago sesuai syariat dengan pribadi menikahkan putrinya ketika dikhitbah.

Karena sudah mantap, adik saya pun, pribadi mengiyakan. Akhirnya cincin yang sedianya akan dijadikan sebagai pengikat dalam prosesi khitbah, dijadikan mahar. Ditambah ada uang tunai tujuh ratus ribu sebagai perhiasan mas kawin. Memang sama sekali tidak direncanakan. Betapa mudahnya Islam, sampai-sampai urusan mahar juga begitu dirmudahkan. Allhumma yassir, wala tu’assir.

Tak satu pun dari kami menduga bahwa ternyata hari itu pribadi janji nikah! Jika ada yang mudah, kenapa harus dipersulit. Saya gres melihat bahwa ternyata proses pernikahan dalam Islam ternyata sesederhana ini. Haru sekaligus senang bersatu padu di hari senang itu.


Barakallah wa baraka alaikuma wajama’a bainakuma bikhoir. Semoga Tuhan memberkahi pernikahan kalian. (sumber facebook)